makna filosofis hari raya purnama dan tilem dalam agama hindu - Cakepane
Notifications

makna filosofis hari raya purnama dan tilem dalam agama hindu


Rerahinan Tilem dirayakan ketika bulan mati, maksudnya gelap ( tidak ada sinar bulan di langit ). Kegelapan pada hari Tilem ini, justru bernuansa religius. Ditinjau dari pengetahuan Astronomi Bahwa pada bulan tilem itu posisi bulan berada diantara Matahari dengan Bumi sehingga suasana menjadi gelap gulita dimalam hari.
Hari suci tilem sebenarnya sudah dirayakan oleh nenek moyang kita sebelum pengaruh Hindu datang ke Indonesia, dari sumber-sumber yang dapat dipercaya Bahwa hari suci tilem erat kaitannya dengan keberadaan Dinasty Chandra. Dynasty Chandra menganggap Bahwa leluhurnya dahulu adalah berasal dari keturunan suci, yang diturunkan ke bumi sebagai Dewa Chandra atau Dewa Bulan. Sakti atau istri dari Dewa Chandra adalah Dewi Soma, Dewa Chandra dan Dewi Soma inilah yang kemudian menurunkan Wangsa Chandra. Dalam kurun waktu yang berabad-abad keturunan Wangsa dari Dinasty Chandra muncul kepercayaan bahwa Bulan Tilem adalah sebagai hari suci Wangsa tersebut. Kepercayaan ini kemudian dipercaya oleh Umat Hindu di Nusantara ini sebagai hari sucinya.
Pada waktu hari suci tilem umat Hindu berusaha mendekatkan diri kehadapan Brahman / Ida Sang Hyang Widhi Wasa , dengan melakukan persembahyangan berupa canang sari. Maksud dan tujuannya adalah dalam memuja Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan bunga-bunga yang menyimbolkan “ Wasana “, secara harfiah kita berserah diri di hadapanNYA yang merupakan sari dari keberadaan kita yang alami. Ketika kita mengambil bunga untuk persembahyangan kelima jari-jari tangan menjuntai ke bawah, hal ini menunjukkan Bahwa manusia masih terikat oleh keduniawian, dan masih terikat oleh benda-benda material, serta masih dipengaruhi oleh rasa emosional yang tinggi. Selanjutnya bunga-bunga tersebut juga dibawa keatas oleh jari-jari tangan yang tercakup, hal ini menyimbolkan Bahwa seseorang mempersembahkan karma wasananya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan kata lain kecenderungan yang mengarah pada hal-hal yang berbau duniawi kini diarahkan menuju Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bulan tilem juga sering diistilahkan dengan hati atau pikiran manusia yang sedang menyusut , dengan perumpamaan yang berbasis pada kekuatan kala atau waktu. Jika pikiran seseorang sedang keruh , dirasuki oleh sifat-sifat angkara murka , maka diistilahkan dengan bulan yang dewatanya sedang menyusut menuju pada kegelapan ( Tilem ). Hal ini hampir dialami oleh setiap orang, sehingga pada bulan tilem banyak orang yang masih bingung dan meraba-raba dalam kegelapan karena manusia ada dalam pengaruh maya / kepalsuan. Pengaruh maya / kegelapan disimboliskan dengan bulan mati / tilem yang selalu bertarung dalam pikiran manusia , jika Atma Tatwa yang menang atau lebih dominan maka seseorang akan menjadi bijaksana , welas asih dan berbudi pekerti yang luhur, jika Maya Tatwa yang menang atau lebih dominan maka egonya muncul, ingin selalu lebih unggul, mudah sekali dihinggapi oleh sifat-sifat buruk. Hari suci tilem dirayakan dengan tujuan untuk menumpas kegelapan tersebut berupa hawa nafsu jahat yang disebut dengan sad ripu yaitu : kama ( hawa nafsu ), kroda ( kemarahan ), lobha ( ketamakan ), moha ( keterikatan ), mada ( kesombongan ) dan matsarya ( iri hati / kebencian ).
Sungguh merupakan suatu keberuntungan bahwasanya umat Hindu banyak mempunyai hari-hari suci dan tempat-tempat suci. Hal ini menandakan bahwa potensi untuk menuju kearah perbaikan karakter dan budi pekerti selalu ada, karena tempat-tempat suci lebih banyak mengandung energi fibrasi kebaikan , aura kedamaian dan ketenangan. Jika hati dan pikiran sedang diliputi oleh angkara murka maka seseorang dianjurkan untuk mengunjungi tempat-tempat suci tersebut. Tilem dirayakan oleh umat Hindu di Nusantara ini , namun ditiap-tiap daerah terdapat perbedaan dalam melakukan ritual upacaranya, namun perbedaan itu hanyalah kulit luarnya saja, karena inti ajarannya atau makna yang terkandung didalamnya tetap sama. Kenapa perbedaan itu harus ada , kenapa ritual umat Hindu tidak sama antara daerah yang satu dengan yang lain ?. Masalahnya umat Hindu sangat menghormati konsep Desa, Kala, Patra ( tempat, waktu, dan budaya/ adat istiadat setempat ). Namun hal ini sebenarnya tidak perlu dirisaukan dan dipermasalahkan.Para Rsi kita  senantiasa menganjurkan agar jangan melihat perbedaan itu dari sisi luarnya , karena masing masing pribadi mempunyai pandangan yang berbeda beda. Ketika seseorang mau menerima perbedaan berarti orang tersebut mau membuka diri terhadap sesuatu yang ada diluar dirinya . Untuk itu pikiran harus mendapatkan pencerahan dari budi atau kemampuan untuk membedakan , dan tidak dari indra indra yang merupakan kekuatan yang membingungkan. Bila keinginan indrawi menodai pikiran maka mereka tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan dan kegembiraan., hanya melalui “ Prema “ Tuhan yang imanen yang sudah menjadi sifatnya sendiri dapat dikenal , kerinduan untuk mencapai kesempurnaan yang sudah menjadi sifatnya dalam kebenaran . Untuk itu singkapkanlah awan gelap ketidak tahuan dan egoisme yang menutupi permukaan , dan Tuhan akan senantiasa dekat, Tuhan akan senantiasa akan sayang dan senantiasa siap dengan nasehat spiritualnya yang akan menuju kesempurnaan.
Melaksanakan ritual upacara bagi umat Hindu adalah identik dengan kesukacitaan , kegembiraan dan nuansa religius serta keindahan. Pada saat upacara yadnya berlangsung rasa permusuhan dan dendam terhadap sesama saudara lenyap , yang terlihat padasaat itu adalah rasa kebersamaan , kerukunan dan kedamaian . Bau wangi pedupaan, harumnya bunga bungaan, , dentingan bajra sang Pendeta, syahdunya lagu lagu / kidung kidung pemujaan membuat suasana hati tentram dan damai.
Bulan yang tadinya bersinar terang tiba tiba berubah menjadi gelap gulita itu disebut dengan gerhana bulan. Tanda -tanda alam seperti ini sering dihubung-hubungkan akan terjadinya peristiwa yang luar biasa dibumi ini , misalnya selang beberapa hari atau beberapa minggu didaerah tertentu akan terjadi bencana alam , wabah penyakit , keributan antar masa dan sebagainya . Untuk mengantisipasi hal tersebut orang-orang bijaksasna yang mengetahui seluk beluk kejadian alam tanda-tanda alam, sepakat untuk melakukan yoga semadi , untuk mendoakan agar bumi ini terhindar dari bencana. Gerhana yang diidentikkan dengan seorang yang yang tadinya riang gembira tiba-tiba berubah menjadi murung dan sedih , karena ada salah satu anggota keluarganya yang tertimpa musibah . Orang yang demikian itu dikatakan hatinya diliputi oleh gerhana. Tradisi khusus di Bali jika terjadi gerhana bulan , maka orang sibuk membunyikan kentongan yang tujuannya adalah untuk mengusir Sang Kala Rahu yang menelan bulan .Mitos ini tertuang dalam Purana yang kemudian menjadi dongeng yang sangat populer . Kisah ini terjadi ketika para raksasa dan para dewa bekerja sama mengaduk lautan susu untuk mencari “ Tirta Amerta “ atau Tirta Kamendalu . Konon siapa saja yang meminum tirta amerta tersebut maka dia akan abadi ( tidak bisa mati ) . Maka setelah tirta itu didapatkan kemudian dibagi rata , dan yang bertugas untuk membagi amerta tersebut adalah Dewa Wisnu yang menyamar menjadi gadis cantik , lemah gemulai. Dalam kesepakatan diatur Bahwa para Dewa duduk dibarisan depan sedangkan pararaksasa duduk dibarisan belakang. Kemudian Raksasa yang bernama Sang Kala Rahu yang menyusup dibarisan para Dewa dengan cara merubah wujudnya menjadi Dewa. Namun penyamaran itu diketahui oleh Dewa Candra atau Dewa Bulan . Ketika tiba giliran Sang Kala Rahu mendapatkan “ Tirtha Keabadian “ disitulah Dewa Candra berteriak . Dia itu bukan Dewa, dia adalah raksasa Kala Rahu . Namun sayang tirtha itu sudah terlanjur diminum. Tak ayal cakra Dewa Wisnu menebas leher Sang Kala Rahu . Karena lehernya sudah tersentuh oleh tirtha keabadian sehingga Sang Kala Rahu tidak tersentuh oleh kematian. Wajahnya tetap hidup melayang- layang di angkasa . Sedangkan tubuhnya mati karena belum sempat tersentuh oleh Tirtha Kamendalu / Tirtha Amerta. Sejak saat itu itulah dendamnya Sang Kala Rahu terhadap Dewa Bulan tak pernah putus. Dia selalu mengincar dan menelan Dewa Bulan, tetai karena tubuhnya tidak ada maka rembulan muncul kembali ke permukaan , begitulah setiap Sang Kala Rahu menelan Dewa Bulan terjadilah Gerhana. Makna yang terkandung dalam mitos ini adalah Bahwa jika seseorang belum bisa melepaskan sifat- sifat keraksasaannya , maka dia itu belum boleh mendapatkan keabadian. Sang Kala Rahu yang tidak sabar menunggu giliran akhirnya harus kehilangan tubuhnya , sedangkan Dewa Candra yang menjadi sasaran kemarahan Sang Kala Rahu . Jika terjadi gerhana , maka dunia akan mengalami bencana atau musibah . Untuk menanggulangi hal ini hendaknya seseorang selalu eling dan waspada . Setelah terjadinya Gerhana orang – orang wikan membuat sesajen tertentu untuk mencegah sebelum bencana itu terjadi . Gerhana lebih banyak disoroti oleh para ilmuwan modern sebagai peristiwa alam biasa dan tidak perlu dibesar – besarkan . Namun bagi kalangan supra natural gerhana bulan tetap harus diwaspadai . Dengan kata lain hendaknya masyarakat berhati – hati karena peristiwa buruk sangat rawan terjadi.
Meskipun kepercayaan akan adanya peristiwa yang tidak diharapkan tetapi tetap harus diwaspadai . Tilem memberi kesempatan yang seluas – luasnya kepada umat Hindu untuk melakukan ritual pemujaan . Hendaknya hari suci tilem dimanfaatkan untuk memupuk nilai – nilai keimanan dalam diri setiap orang . Musnahkanlah sifat – sifat raksasa dalam diri , orang yang berilmu pengetahuan herndaknya seperti bulan yang memberi kesejukan dan penerangan bagi semuanya . Tilem , hari yang identik dengan kesucian , keharmonisan, dan kegembiraan. Tekadkan niat untuk selalu berada di jalan yang lurus, percaya Bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan senantiasa membimbing umatNYA, menuju kealam yang sunyata atau alam yang sesungguhnya . Alam yang tidak ada konplik , alam kebebasan , alam kebahagiaan yang abadi. Lakukanlah pemujaan yang setulus – tulusnya , perlihatkanlah Bahwa semakin hari semakin menyusut ego bhaktanya , jadi bukan kebijaksanaannya yang menyusut , melainkan keangkuhannya , kesombongannya dan keserakahannya .
Dia yang dipuja turut memuja, mem,berkati dengan rahmatNYA , dengan senyum manisNYA , dengan kasih sayangNYA . Dia yang tulus , meluluskan permohonaNYA dengan karunia kebijaksanaan. Dia yang berbakti , terberkati dengan karunia yang berlimpah . Dia yang menghibur, terhibur oleh alunan musik surgawi dan kedamaian. Dia yang mendoakan kidung perdamaian , memperoleh anugrah shanti dihatinya dan kasih sayang yang tulus. Seperti ada salah satu sloka dalam Mahabharata :
Sarwa bhawantu sukhinah
Sarwa santu niramayah
Sarwa Bhadrani pasyantu
Ma kascid dukha bag bhavet
Semoga semua bahagia
Semoga semua sehat dan jujur
Semoga semua menjumpai kebahagiaan
Semoga tidak ada yang sengsara.
Post a Comment