Mengenal Lontar Parwa: Kisah-kisah Epik di Pulau Dewata
Seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat Hindu tentu mempunyai kearifan lokal tersendiri. Termasuk budaya asli yang sudah diturunkan secara turun-temurun. Salah satu kearifan lokal Hindu yaitu yang terdapat pada lontar Parwa.
Jika Anda tertarik untuk tahu lebih lanjut, simaklah penjelasan pada artikel ini hingga tuntas.
Mengenal Lontar Parwa
Ajaran agama Hindu banyak tertulis dalam naskah-naskah lontar. Baik berupa Babad, Tantri, serta dalam epos Mahabharata dan Ramayana.
Pada lontar parwa, berisi kisah Mahabharata, kisah-kisah latar belakang cerita, nenek moyang keluarga Bharata. Bahkan, masa muda Korawa dan Pandawa. Sayangnya, kisah tersebut tidak dituturkan dengan baik sehingga alurnya meloncat-loncat. Penuturan kisah tersebut, dimulai dengan percakapan antara Bagawan Ugrasrawa yang mendatangi Bagawan Sonaka di hutan Nemisa.
Naskah lontar parwa, ditulis di atas daun lontar yang dimasukkan ke dalam keropak kayu. Tulisan pada naskah tersebut menggunakan huruf Bali. Teksnya berbahasa Jawa Kuna dan Sanskerta. Berbentuk tambanh macapat yang terdiri dari 106 lempir. Isi lontar parwa tentang kelahiran Dasamuka, Surpanaka, dan Kumbakarna. Tidak hanya itu, ada juga ramalan bahwa kerajaan Lengkaakan akan runtuh ditangan para kera. Bahkan, Sita akan menyebabkan kematian Dasamuka. Dasamuka tewas di tangan Rama.
Selain itu, kisah yang tertuang pada konsep cerita tersebut ternyata mengandung banyak sekali pelajaran agama Hindu. Secara langsung bisa diterapkan dalam menjalani kehidupan di dunia. Terutama Lontar Swargarohana Parwa yang ada dalam kisah Mahabharata. Lontar Swargarohana Parwa adalah lontar Parwa ke-18 bagian terakhir dalam Mahabharata. Cerita ini berisi tentang Yudistira yang mencapai surga namun beliau memilih tinggal di neraka bersama saudara dan istrinya. Hal ini terjadi karena Yudistira tidak mau tinggal di surga bersama Korawa dan Sekuni. Namun, keadaan menjadi terbaik. Yang tadinya neraka menjadi surga. Sebaliknya, yang tadinya surga menjadi neraka.
Kisah Epik di Pulau Dewata
Tidak hanya Lontar Parwa, kisah Pulau Dewata juga tidak kalah menarik untuk diulik. Pantai yang indah dengan sawah teraseringnya, ternyata menyimlan cerita panjang dan kaya akan perjalanan sejarah budaya Bali.
Sejatinya, Bali memiliki sejarah prasejarah yang kaya. Bahkan, bukti arkeologis menunjukkan bahwa pulau tersebut sudah dihuni sejak zaman prasejarah, yakni tahun 2000 SM. Temuan arkeologis tersebut berupa gua dan situs prasejarah yang mengungkapkan kehidupan Bali Kuno. Termasuk kepercayaan serta kebiasannya.
Namun, kemajuan zaman justru berdampak pada sektor kehidupan masyarakat. Sehingga, dalam pengembangan Pendidikan Agama Hindu, bersumber dari Weda, bisa digali melalui naskah-naskah kuno. Di mana naskah tersebut berkontribusi dengan nilai yang tidak akan habis untuk diteliti. Salah satunya yaitu Lontar Parwa. Lontar Parwa sangat sarat dengan nilai Pendidikan Agama Hindu. Sehingga sering dijadikan referensi para pendidik untuk mendidik kepribadian peserta didik agar cerdas. Terutama dalam bidang pengetahuan, emosional, dan spiritual.
Warisan Budaya pada Kisah Pulau Dewata
Dalam kisah Pulau Dewata tersebut, ada warisan budaya yang menjadi aset berharga. Tentu saja harus dijaga dan dilestarikan. Salah satu ciri khasnya yaitu seni pertunjukkan, seperti; tari dan wayang kulit. Adapun tari-tari Bali, yaitu; Tari Barong, Tari Legong, dan Tari Kecak. Hal tersebut merupakan manifestasi dari ekspresi artistik serta kepercayaan agama masyarakat Bali. Tidak hanya itu, seni lukis, seni ukir, dan seni tekstil juga memegang peran penting dalam kebudayaan Bali.
Mengulik kisah Pulau Dewata, nyatanya Bali dikenal sebagai pusat spiritualitas. Agama Hindu ternyata mempunyai karakteristik unik dan mengintegrasikan kepercayaan pada roh leluhur. Bahkan kepada dewa-dewa dan kekuatan alam. Tidak hanya itu, Pura-pura atau kuil yang tersebar di seluruh pulau ternyata tempat pemujaan dan upacara adat.
Dilihat dari cerita diatas, Bali ternyata bukan hanya perihal pantainya yang memukau serta keindahan alamnya saja. Melainkan, semua itu adalah warisan budaya dan sejarah yang amat kaya. Bahkan, dari pengaruh Hindu-Buddha hingga masa keemasan Majapahit. Tepatnya, dari era kolonial Belanda hingga perkembangan pariwisata modern.
Sejatinya, setiap Kisah Pulau Dewata yang digambarkan di berbagai sosial media malah menambah lapisan kekayaan budayanya. Saat ini, Bali merupakan tempat di mana masa lalu dan masa kini yang bersatu dalam keindahan alam yang memukau. Bahkan, mampu menciptakan pengalaman yang tidak terlupakan bagi wisatawan yang datang ke Pulau Dewata ini.