Notifications

Lontar Weda: Jendela Spiritualitas dalam Sastra Bali

Tradisi spiritualitas di Bali menjadi di antara hal yang menarik untuk Anda pelajari atau saksikan saat berkunjung ke sana. Anda bahkan dapat melihat bagaimana tabir spiritualitas itu tersingkap dalam sastra Bali. Bagaimana bisa?

Pada kesempatan ini kita akan membahas bagaimana lontar weda menjadi salah satu hal yang penting dalam kesusastraan di Bali. Simaklah penjelasannya.

Pada kesempatan ini kita akan membahas bagaimana lontar weda menjadi salah satu hal yang penting dalam kesusastraan di Bali. Simaklah penjelasannya.

Mengenal Lontar

Lontar merupakan teks warisan leluhur yang berisikan purana sebagai bagian dari weda smerti. Khususnya, dalam golongan Upaweda sebagai kitab suci umat Hindu Dharma. Hal tersebut disebutkan tidak akan pernah musnah selama kehidupan masih eksis.

Selain itu, Lontar juga disebutkan sebagai salah satu manuskrip atau naskah kuno Nusantara yang banyak ditemukan di Pulau Bali. Teks tersebut ditulis oleh tangan pada helai-helai daun rontal (palm-leaf). Selain itu, terdapat juga prasi berbentuk gambar dan lukisan-lukisan. Tentu saja memiliki makna yang sangat penting. Strategis dalam setiap hal dan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk meningkatkan diri dalam perihal kesucian batin dan pengalaman hidup.

Seperti halnya yang disebutkan dalam kanda pat, semua pengalaman hidup direkam oleh Sang Suratma. Bahkan, catatan subha dan asubha karma menjadi penilaian serta pertimbangan. Hal ini dilakukan untuk menentukan tercapainya moksa atau bersatunya atman dengan abraham.

Asal-usul Lontar

Bendesa Adat desa Sedang, yaitu Ir Made Bujastra mengatakan bahwa, "Lontar dari zaman dulu memiliki makna yang sangat khas. Dalam artian, jika kata dan istilah itu disebut, maka bayangan orang langsung tertuju. Tepatnya, pada suatu benda dalam wujud tertentu. Di Bali, lontar sangat dikeramatkan sampai saat ini. Sebab, lontar dan segala isinya merupakan salah satu warisan kekayaan rohani orang Bali. Tentu saja memiliki arti yang sangat penting dan strategis.”

Istilah lontar berawal dari penggunaan daun "ntal" (sejenis pohon palem). Dalam bahasa Sanskerta, pohon ini disebut "tala".

Leluhur bangsa Indonesia di zaman dulu, sudah terbiasa menuliskan catatan penting dalam batu. Saat ini dikenal dengan prasasti. Orang terdahulu juga sudah biasa menulis di atas logam, dan daun ntal. Bahkan, hampir semua gubahan peninggalan kitab-kitab penting ditemukan dalam gulungan lontar. Tepatnya, tersimpan rapi dalam peti. Di Bali disebutnya sebagai kropak.

Namun, yang terpenting lontar harus sesuai dengan sastra Bali, yaitu lontar weda. Pada dasarnya, lontar disarikan dari sastra weda. Jadi, apapun yang termasuk penjabaran, ulasan, dan perangkuman sudah tertuang dalam lontar weda. Kendati begitu, harus tetap mempunyai sifat mampu telusur (traceable) kepada sumber aslinya.

Lontar dalam Kesusastraan Bali

Keberhasilan lontar weda sangatlah berbeda dari lontar yang lainnya. Sebab, lontar weda lebih terbuka serta copy-annya sudah tersebar ke banyak orang. Tepatnya, ke berbagai garis perguruan.

Sehingga untuk memvalidasi sastra Bali kitab suci weda ini bisa dilakukan dengan membandingkannya. Yaitu dengan cara membandingkan weda yang ada dalam satu perguruan dengan perguruan lainnya. Meskipun banyak sekali usaha untuk menyimpangkan lontar weda, terutama pasca masuknya kaum indologis. Akan tetapi, lontar weda yang otentik tetap terpelihara pada setiap garis perguruan weda yang bona fide.

Lontar weda sendiri menyatakan jika diturunkannya weda bersamaan dengan diciptakannya alam semesta ini. Layaknya tercipta serta dipublikasikannya produk baru, maka produk tersebut harus dibarengi dengan panduan yang memuat cara pengoperasiannya. Selain itu, tentu harus ada cara kerja produk dan bagaimana cara merawatnya agar bisa menggunakan produk tersebut dengan tepat.

Demikian pula dengan keberadaan lontar weda sastra Bali dengan alam semesta ini. Alam semesta diciptakan sebagai sarana bagi sang atman/jiva. Hal ini bertujuan untuk melakukan penggambarannya dalam menikmati kehidupan terpisah dari Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja dilengkapi dengan lontar weda.

Sastra Bali yang satu ini memberikan tuntunan bagi jiva-jiva tersebut untuk menikmati dunia ini. Atau bisa juga untuk keluar dari siklus kelahiran dan kematian (samsara). Kemudian, kembali ke dunia rohani. Untuk mempermudah dalam mempelajari lontar weda. Terutama bagi orang awam yang tidak mengerti bahasa Sanskerta. Maka dari itu, para leluhur telah menjabarkan ajaran-ajaran weda ke dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti.

Dari penjabaran di atas, bisa kita lihat bahwa lontar weda merupakan peninggalan para leluhur. Namun, dalam menekuni spiritual agama Hindu harus selektif. Tidak hanya itu, adanya lontar juga memudahkan seseorang agar mengerti esensi weda. Dan sudah seharusnya meletakkan lontar sebagai penunjang. Demikian lontar Weda yang merupakan sastra Bali yang sudah sepatutnya digali untuk menambah informasi.

Post a Comment